Keluarga yang Beribadah kepada Tuhan

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th

"Artikel ini membahas pentingnya ibadah keluarga kepada Tuhan, dengan fokus pada peran kepala keluarga dalam memimpin seluruh anggota keluarga untuk beribadah dengan tulus, setia, dan penuh komitmen seperti yang dicontohkan Yosua dalam Alkitab. "

Keluarga yang Beribadah Kepada Tuhan

"Oleh sebab itu, takutlah kepada TUHAN dan layanilah Dia dengan tulus dan setia. Jauhkanlah ilah yang disembah oleh nenek moyangmu di seberang Sungai Efrat dan di Mesir, dan layanilah TUHAN. Akan tetapi, jika kamu menganggap bahwa tidak baik melayani TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan melayani: ilah yang disembah nenek moyangmu di seberang Sungai Efrat, atau ilah orang Amori yang kamu diami negerinya. Akan tetapi, aku dan seisi rumahku akan melayani TUHAN." (Yosua 24:14-15, AYT)

PENDAHULUAN

Kata ibadah kepada TUHAN di sini saya terjemahkan sebagai "melayani, berbakti, dan mengabdi kepada Tuhan". Ibadah dalam konsep Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mempunyai arti "pelayanan". Kata Ibrani untuk ibadah adalah "avoda" sedangkan kata Yunani yang dipakai adalah "latreia". Kata "avoda" dan "latreia" pada mulanya menyatakan pekerjaan budak atau hamba upahan. Dan dalam rangka mempersembahkan "ibadat" ini kepada Allah, maka para hamba-Nya harus meniarap (Ibrani "hisytakhawa", atau Yunani "proskuneo") dan dengan demikian mengungkapkan rasa takut penuh hormat, kekaguman, dan ketakjuban penuh puja.

Konteks Yosua pasal 24 ini adalah pidato perpisahan Yosua kepada orang Israel sebelum dia purna tugas sebagai pemimpin Israel. Yosua memberikan nasihat-nasihat dan peringatan kepada orang Israel agar setia kepada Tuhan, tidak berpaling kepada berhala atau ilah lainnya. Nasihat-nasihat ini penting mengingat orang Israel yang telah berhasil memasuki tanah Kanaan pernah melupakan Tuhan yang telah memberi keberhasilan kepada mereka. Dalam prakteknya, Israel terjatuh dalam godaan untuk menyembah kepada "ilah orang Mesir" yang pernah disembah nenek moyang mereka atau kepada "ilah orang Amori" yang disembah oleh masyarakat lokal. Dalam persimpangan iman itulah Yosua mengingatkan mereka untuk kembali beribadah kepada TUHAN.

Yosua juga memberikan tantangan agar orang Israel mengambil keputusan tegas (komitmen) untuk tetap beribadah kepada Tuhan. Ini bukan sekadar tantangan kepada orang Israel, tetapi juga kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Yosua memberi teladan dan memutuskan bahwa dia dan seisi rumahnya telah membuat keputusan untuk tetap setia beribadah kepada Tuhan Allah Israel. Itu berarti istri, anak-anaknya, bahkan semua kaum keluarganya beribadah hanya kepada Tuhan.

EMPAT POIN PENTING DALAM IBADAH

Berdasarkan dua ayat dalam Yosua 24:14,15, saya akan membagi empat hal kebenaran penting tentang ibadah bagi orang percaya, khususnya arti pentingnya bagi keluarga Kristen saat ini.

Pertama, Ibadah Harus Didasarkan Pada Takut Akan Allah.

Kebenarannya: Orang yang beribadah belum tentu takut akan Tuhan, tetapi orang yang takut akan Tuhan pasti beribadah, bagaimanapun situasi dan kondisinya. Contohnya Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego adalah orang yang takut akan Tuhan dan tetap beribadah kepada Tuhan walaupun bahaya menanti dan rintangan menghadang mereka.

Takut akan Tuhan ini selalu ditempatkan pada urutan pertama dalam Alkitab. Sebetulnya, ada lebih dari 300 contoh penggunaan kata takut akan Tuhan ini dalam Alkitab. Berikut ini dua di antaranya: 1 Samuel 12:14; Mazmur 34:10. Takut akan Tuhan ini berasal dari kata Ibrani "Yira" dan "Pakhat"; serta kata Yunani "Fabos" mengandung pengertian yaitu: hormat, gentar, kagum pada Allah, dan kasih yang dalam pada Allah yang membawa pada ketaatan dan pengabdian kepada-Nya. Dalam Mazmur pasal 112 dan 128, kita menemukan kata "berbahagialah" yang dalam bahasa asli Alkitab dan bahasa Inggris adalah "diberkatilah". Di dalam kedua pasal tersebut ada berkat yang luar biasa bagi seorang yang takut akan Tuhan, dan berkat itu akan diwariskan juga kepada anak dan cucu mereka.

Di dalam bukunya "You and Your Family", Dr. Tim La Haye memberikan diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max Jukes, seorang penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan Edwards, seorang penginjil yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani. Jonathan Edwards ini menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari Max Jukes terdapat 1.026 keturunan: 300 orang mati muda, 100 orang dipenjara, 190 orang pelacur, 100 orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729 keturunan: 300 orang pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis, 3 orang pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika. Dari diagram tersebut, kita bisa melihat bahwa kebiasaan, keputusan, dan nilai-nilai dari orang tua di atas kita sangat memengaruhi kehidupan kita. Demikian juga dengan apa yang kita berikan kepada anak-anak kita bukan saja memengaruhi mereka tetapi juga memengaruhi generasi di bawah kita selanjutnya.

Kedua, Ibadah Kepada Allah Harus Berasal Dari Hati Yang Tulus Ikhlas.

Kata tulus ikhlas dapat diartikan sebagai: rela, sungguh-sungguh, dan penuh penyerahan. Ketulusan kita berbakti kepada Tuhan terlihat dari sikap dan tindakan-tindakan kita. Contohnya, ketika saya meminta putra saya mengambilkan secangkir air minum atau mengambil sesuatu untuk saya, maka saya akan tahu dengan segera apakah dia melakukannya dengan tulus atau tidak, reaksinya terlihat atau tergambar dari raut mukanya dan tindakannya.

Ketiga, Ibadah Kepada Allah Harus Dilakukan Dengan Setia.

Saya mengartikan ibadah dengan setia ini dalam tiga pengertian, yaitu: ibadah dengan komitmen, ibadah dengan tekun atau terus-menerus, dan ibadah yang menjadi gaya hidup kita. Kesetiaan diawali dari sebuah komitmen (keputusan) yang kuat. Komitmen adalah sebuah penyerahan yang total. Komitmen yang setengah-setengah tidak dapat disebut komitmen (contoh: raja Saul). Komitmen dimulai dari sikap hati. Selanjutnya, komitmen itu harus dilakukan, sebab sebuah komitmen tidak dapat disebut komitmen jika tidak dilakukan. Dan ibadah ini akhirnya harus menjadi gaya hidup yang dilaksanakan tanpa paksaan tetapi dengan sukacita dan karena kasih kepada Tuhan.

Keempat, Peranan Seorang Ayah (Pria) Untuk Membawa Seluruh Keluarga Beribadah Kepada Tuhan Tidak Dapat Ditawar-Tawar.

Inilah yang dilakukan Yosua terhadap keluarganya. Dia mendemonstrasikan peran ini. Peranan orang tua terutama, seorang ayah (pria) untuk membawa seluruh keluarga beribadah kepada Tuhan berlaku dalam Perjanjian Lama dan tidak dibatalkan dalam Perjanjian Baru. Dari sekian banyak peranan ayah dalam Alkitab, saya membagikan dua hal kepada kita, yaitu: (1) Peranan ayah sebagai kepala rumah tangga, (Efesus 5:22-29). Yaitu: pemimpin keluarga dan pengambil keputusan; pengayom bagi semua anggota keluarga; pelindung yang melindungi dan bertanggung jawab; mendidik, menegur, dan menasihati (Efesus 6:4); memberi contoh dan teladan yang baik bagi keluarga. Ada yang mengatakan "anak adalah blue print dari orang tua". (2) Peranan ayah sebagai imam, yaitu sebagai imam, dia harus memimpin dan mengatur ibadah dalam keluarga; berdoa setiap waktu kepada Allah bagi seluruh anggota keluarganya dan juga bagi dirinya sendiri.

IBADAH KELUARGA

Perhatikan ketegasan Yosua dalam kalimat terakhir di ayat 15, dia berkata, "Akan tetapi, aku dan seisi rumahku akan melayani TUHAN." (Yosua 24:14-15) Pernyataan tersebut diucapkan Yosua di depan seluruh orang Israel, sebagai tekad dan kemantapan imannya yang tidak bisa ditawar-tawar. Yosua, sebagai seorang kepala keluarga mengetahui dengan jelas tanggung jawabnya untuk memimpin seisi keluarganya untuk setia beribadah kepada Tuhan yang hidup, yang sudah menyelamatkan, memelihara, dan memberkati hidupnya.

Ketegasan dan komitmen Yosua seharusnya menjadi teladan bagi orang tua Kristen, khususnya setiap kepala keluarga untuk memimpin seisi keluarganya mengenal Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan. Hal ini penting sebab keselamatan dan kehidupan kekal hanya ada dalam Kristus. Selain itu, kepala keluarga juga perlu memperhatikan semua kebutuhan seluruh isi keluarganya, termasuk kebutuhan rohani. Dia perlu memastikan bahwa setiap anggota keluarga tumbuh dalam iman dan memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan melalui ibadah yang setia dan konsisten. Ibadah keluarga adalah kesempatan yang di dalamnya seluruh keluarga berkumpul untuk berdoa, membaca firman Tuhan, dan berbagi pengalaman iman. Melalui ibadah keluarga, anak-anak akan belajar nilai-nilai kebenaran, moral, dan etika yang berdasarkan Alkitab, yang akan menjadi panduan hidup mereka di masa depan.

Di tengah kesibukan dan tantangan dunia modern, menjaga ibadah keluarga tetap hidup adalah sebuah komitmen yang memerlukan disiplin dan dedikasi. Akan tetapi, hasilnya adalah keluarga yang kuat secara rohani, yang memiliki dasar iman yang kokoh dan siap menghadapi tantangan kehidupan dengan hikmat dan kekuatan dari Tuhan. Salah satu contoh yang baik adalah keluarga Samuel. Ibu Samuel, Hana, berdoa dan menyerahkan Samuel kepada Tuhan sejak dia masih kecil. Dan Samuel tumbuh menjadi nabi besar yang digunakan Tuhan secara luar biasa. Ini menunjukkan pentingnya peranan orang tua, terutama ayah dan ibu, dalam membimbing anak-anak mereka untuk beribadah kepada Tuhan sejak dini.

Ibadah keluarga bukan hanya rutinitas, tetapi sebuah hubungan yang dibangun antara keluarga dan Tuhan. Melalui ibadah keluarga, orang tua tidak hanya menyampaikan firman Tuhan kepada anak-anak mereka, tetapi juga memberi contoh nyata tentang bagaimana hidup dalam kebenaran, kasih, dan iman. Selain itu, ibadah keluarga juga menjadi tempat di mana setiap anggota keluarga dapat berkomunikasi secara terbuka, membangun hubungan yang lebih erat satu sama lain, dan saling mendukung dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.

PENUTUP

Sebagai orang tua Kristen, khususnya ayah, kita dipanggil untuk menjadi pemimpin rohani bagi keluarga kita. Seperti Yosua yang dengan tegas menyatakan komitmennya untuk tetap setia beribadah kepada Tuhan bersama keluarganya, demikian juga kita harus mengambil keputusan yang sama. Dunia ini penuh dengan berbagai godaan dan tantangan yang bisa menarik kita dan keluarga kita menjauh dari Tuhan. Akan tetapi, melalui ibadah keluarga yang dilakukan dengan hati yang tulus ikhlas, setia, dan penuh ketekunan, kita dapat menjaga agar iman kita dan keluarga kita tetap kuat di dalam Tuhan.

Mari kita teladani Yosua dan mengambil sikap yang tegas: "Namun, aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN." Ini bukan hanya pernyataan iman, tetapi juga sebuah komitmen dan tindakan nyata untuk memimpin keluarga kita dalam hubungan yang intim dengan Tuhan, yang menjadi sumber kekuatan, berkat, dan kehidupan yang kekal.


Diambil dari:
Nama situs: e-Artikel
Alamat situs: https://artikel.sabda.org/keluarga_yang_beribadah_kepada_tuhan
Judul artikel: Keluarga yang Beribadah Kepada Tuhan
Penulis artikel: Pdt. Samuel T. Gunawan,M.Th
 

Artikel ini membahas tentang pentingnya ibadah dalam keluarga Kristen, yang disebut "mezbah keluarga".

Penulis menekankan bahwa ibadah sejati harus didasari rasa takut akan Tuhan, ketulusan hati, kesetiaan, dan dipimpin oleh ayah sebagai kepala keluarga.

Mezbah keluarga

Mezbah keluarga, yang berbeda dengan kebaktian keluarga yang diselenggarakan gereja, adalah waktu khusus rutin yang disediakan keluarga untuk bersekutu dengan Tuhan dan sesama anggota keluarga. Kegiatannya meliputi membaca Alkitab, renungan singkat, memuji Tuhan, dan berdoa bersama.

Panduan praktis

Penulis memberikan panduan praktis dalam memulai mezbah keluarga, seperti menyediakan waktu khusus setiap hari, menggunakan buku renungan harian, membaca Alkitab secara bergantian, dan melibatkan semua anggota keluarga dalam doa.

Manfaat mezbah keluarga

Melalui mezbah keluarga, keluarga dapat bertumbuh dalam iman, membangun keintiman dengan Tuhan, dan mempererat hubungan antar anggota keluarga. Penulis mengajak setiap keluarga Kristen untuk segera membangun mezbah keluarga dan berkomitmen untuk beribadah kepada Tuhan seperti teladan Yosua.

Deskripsi

"Artikel ini mengupas makna ibadah kepada Tuhan dalam keluarga berdasarkan ajaran Alkitab, terutama Yosua 24:14-15. Penulis, Pdt. Samuel T. Gunawan, menjelaskan bahwa ibadah bukan sekadar ritual, tetapi pelayanan yang harus dilakukan dengan takut akan Tuhan, hati yang tulus, dan kesetiaan yang teguh. Lebih lanjut, penulis menekankan peran penting seorang ayah sebagai pemimpin rohani dalam keluarga untuk membawa seluruh anggota keluarga beribadah kepada Tuhan. Artikel ini juga memberi contoh-contoh dari Alkitab serta tokoh-tokoh Kristen, yang menunjukkan bagaimana ibadah keluarga membentuk karakter, iman, dan masa depan generasi berikutnya. Di tengah tantangan zaman modern, menjaga ibadah keluarga hidup adalah panggilan yang tidak bisa diabaikan. "